0
Damas M Edoway (Ist)
wenepapua.com - Berdasarkan pengalaman saya mengecap pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah menengah Sekolah Menengah Atas (SMA), saya merasa kurikulum yang ada telah melepaskan orang Papua dari kebudayaan aslinya. Sewaktu kelas 4 SD, saya sudah diajarkan secara keras untuk belajar tentang kerajaan-kerajaan di Jawa, tentang kembalinya Papua dalam Indonesia dari versi Indonesia, belajar tentang kehidupan di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan lain sebagainya. Juga belajar soal sejarah candi-candi, seperti Candi Borobudur, Candi Kalasan, dan lain sebagainya.

Hal yang kerap melintas dalam benak saya adalah, apakah yang hidup dahulu adalah mereka yang sudah saya belajar dari SD hingga SMA? Ataukah setelah saya selesai sekolah, saya akan dibentuk untuk ikut dengan apa yang mereka terapkan? Juga, apakah saya tidak mempunyai silsilah dan budaya? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sering muncul dan terekam dalam ingatan masa lalu saya. Kalau seperti ini, sudah jelas proses pemusnahan karakter merujuk pada hilangnya nalar dan budaya orang Papua. Tentu ini masalah yang merujuk pada hilangnya identitas diri sebagai orang Papua. Tidak mengenali diri sendiri, tidak mengenali lingkungan sosial masyarakat Papua, bahkan tidak mengerti dan memahami eksistensi diri ? Kembali untuk memahami tulisan Supriyono di atas. Semangat pendidikan yang membebaskan harus menjadi semangat pendidikan kita. Semangat pendidikan ini antara lain ditandai dengan pemberian ruang utama untuk pengetahuan lokal. Sayangnyapendidikan yang membebaskan itu tidak dirasakan oleh orang Papua sebagai bangsa yang sedang ditindas. 

Prospek nilai dan norma orang Papua tercermin erat dalam nilai-nilai adat yang mengikat lingkungan sosial orang Papua. Nilai dan norma itu sering dianggap sebagai suatu kekeliar, sebabnya karena kurikulum pendidikan pemerintah yang tidak sesuai dengan kearifan lokal orang Papua. Kehidupan orang Papua diubah untuk tidak mengenali diri sendiri sebagai orang Papua yang mempunyai identitas otonom. Semenjak SD hingga SMA saya tidak pernah mendapatkan pendidikan yang bermuatan budaya Papua.

Terkadang juga kita dipaksakan untuk belajar sejarah orang lain. Misalnya, ini tidak menyinggung pembaca atau siapa pun tetapi ini nyata dan perlu untuk kita memahami dan belajar tentang sejarah kemerdekaan Indonesia. Tidak ada satu pun orang Papua yang menjadi pahlawan proklamator Indonesia dan kita dipaksakan untuk belajar tentang hal ini. Tetapi proses sejarah orang Papua yang dimanipulasi oleh Indonesia dan Soekarno demi kepentingan mereka pun tidak diajarkan kepada orang Papua. Seakan yang kita belajar di bangku pendidikan hanyalah hasil rekayasa pemerintah untuk membenarkan bahwa Papua masuk ke Indonesia adalah murni berkat kemenangan Indonesia. Tetapi kita tidak sadar bahwa PBB, Amerika Serikat, dan Indonesia bekerja sama demi kepentingan ekonomi politik, hingga Pepera 1969 direkayasa Indonesia. Banyak sekali orang Papua yang memperjuangkan kebenaran pada saat itu, dibunuh oleh TNI (dulu ABRI) melalui aksi-aksi dan penyampaian pendapat yang mereka lakukan pada saat itu.

Memang, pendidikan di Papua dalam proses pembelajaran sangat tidak seksi. Pendidikan di Papua berbasis pada kepentingan kalangan tertentu yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan cara-cara yang sistematis untuk membunuh dan memusnahkan watak orang Papua secara bertahap. Hingga sampai saat ini, orang Papua ada yang sudah melupakan budayanya mereka. Tentang silsilah orang Papua yang sesungguhnya pun sudah dimatikan dengan penerpaan pendidikan yang sudah di buat oleh pemerintah Indonesia
.
Harapan Penulis
Pemerintah provinsi papua dan papua barat hal ini harus tangapi dengan serius karna nilai nilai local papua dan sejarah akan hilang dan punah .dan saya minta pemerinta hharus membuat PERDA peraturan daerah untuk mengajarkan sejarah sejarah di tanah papua Dari beberapa uraian singkat di atas, jelaslah bahwa pendidikan di Papua saat ini dalam sebuah proses pemusnahan pada subjek manusia Papua. Pemusnahan watak, cara, dan perilaku orang Papua dengan berbagai program, kebijakan, dan Undang-Undang yang dibuat berdasarkan kepentingan pemerintah Indonesia. Proses panjang tersebut, harus dipatahkan dengan pendidikan yang membebaskan dan radikal. Satu hal penting yang perlu untuk kita orang Papua dan non-Papua pahami adalah sama seperti yang diungkapkan oleh Pdt. I.S. Kijne dikutipan di atas. Sampai saat ini menjadi keyakinan orang Papua tentang hal ini. Orang Papua tidak akan berkembang dan bangkit, ketika mereka masih dipimpin orang lain.dalam arti Negara klonialis Indonesia.

Penulis Damas Edoway Mahasiswa Papua Kulia di Jayapura, West Papua

Post a Comment

 
Top