0


wenepapua.com - Tanggal 2 Agustus 1969 merupakan hari terakhir proses penentuan pendapat rakyat (PEPERA) yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia yang dimulai sejak 26 Juli 1969.
Proses penentuan pendapat rakyat (PEPERA) merupakan salah satu proses yang dilaksanakan oleh Indonesia di Papua untuk mendapatkan legitimasi guna, menduduki (menjajah/mengkolonisasi) bangsa Papua, setelah sebelumnya menggagalkan kemerdekaan bangsa Papua yang telah di deklarasikan pada 1 Desember 1961 di Holandia (Jayapura) secara de facto dan de jure melalui, TRIKORA yang dikumandangkan oleh presiden kolonial Indonesia Ir. Soekarno di Alun-alun Utara, Jogjakarta hingga berujung pada operasi militer.

Setelah menggagalkan kemerdekaan Papua, kemudian pemerintah Indonesia mulai melakukan perjanjian-perjanjian internasional tanpa melibatkan rakyat Papua, salah satunya adalah perjanjian New York yang dilaksanakan pada 15 Agustus 1962 yang salah satu poin dalam perjanjian ini terkait dengan proses penentuan nasip sendiri yang dilaksanakan sesuai mekanisme internasional satu orang satu suara atau one man, one vote yang oleh Indonesia di istilahkan dengan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) namun, dalam mekanismenya pun dilanggar oleh pemerintah Indonesia karena, dilaksanakan dengan metode musyawarah dan mufakat (keterwakilan) sehingga, tidak semua rakyat Papua dilibatkan hal ini, telah melanggar mekanisme internasional dan juga melanggar perjanjian New York.

Lantas yang menjadi pertanyaan ialah mengapa proses penentuan nasib sendiri kemudian, tidak dilaksanakan secara demokratis sesuai prinsip internasional yakni, one man, one vote sebagaimana telah dimuat juga dalam perjanjian New York ?

Proses yang cacat dalam prinsip demokrasi dan HAM serta melanggar hukum ini, patut dipertanyakan.

Secara nyata Indonesia merupakan negara anggota PBB yang tentunya tahu mekanisme internasional dalam hal penentuan nasib sendiri dan juga sudah terlibat dalam perjanjian New York namun, secara sadar pula dilanggar secara terang-terangan bahkan lebih para dalam proses PEPERA ini dilaksanakan dibawah popor senjata dan tipu muslihat.

Secara jelas pemerintah Indonesia berambisi untuk menduduki Papua hal ini, secara jelas terlihat sejak Indonesia mulai mengumandangkan TRIKORA sehingga, dalam proses penentuan penentuan nasib sendiri yang seharus dilakukan secara bebas, tanpa tekanan dan melibatkan seluruh rakyat Papua itu kemudian, dilanggar dan diatur dengan tipu muslihat dan moncong senjata untuk memenangkan proses PEPERA agar kemudian, bisa menjadi legitimasi untuk menduduki (Menjajah) Papua.

Dibalik proses PEPERA yang cacat hukum dan tidak demokratis ini, ada negara-negara imperialis yang napsu akan akumulasi modal terutama negara imperialis Amerika serikat yang napsu untuk mengeksploitasi sumber daya alam di Papua demi akumulasi profit. Hal ini secara jelas terlihat, dimana sebelum dilaksanakan proses PEPERA, perusahaan tambang raksasa yang bermarkas di Amerika serikat, PT. Freeport McMoRan melakukan kontrak karya pertama pada 7 April 1967.

Dengan ini, secara jelas bahwa, pemerintah Indonesia mengagalkan kemerdekaan Papua hingga proses PEPERA yang cacat hukum dan tidak demokratis ini di lakukan oleh pemerintah Indonesia semata-mata demi mengamankan kepentingan negara-negara imperialis agar dapat melakukan ekspansi dan eksplotasi sumber daya alam Papua demi akumulasi profit.

Pertanyaan berikutnya ialah mengapa pemerintah Indonesia bisa bekerja sama dengan negara imperialis terutama Amerika serikat untuk menggagalkan kemerdekaan Papua hingga sengaja melaksanakan proses PEPERA tidak demokratis dan cacat hukum ?

Indonesia secara nyata dijajah ratusan tahun oleh negara imperialis Belanda dan negara fasis Jepang. Sehingga, sudah tentu Indonesia mengetahui apa itu imperialisme dan bagaimana watak-wataknya dan praktek-prakteknya yang melahirkan berbagai bentuk penindasan yang kemudian dari kondisi ketertidasan itu melahirkan semangat juang anti Imperialisme hingga melahirkan perlawanan sampai pada revolusi nasional 1945. Anti imperialisme berarti juga anti kolonialisme, rasisme dan militerisme sebab, kolonialisme, rasisme dan militerisme merupakan satu kesatuan atau anak dari pada Imperialisme.

Sekalipun demikian, Indonesia malah bersetongkol dengan negara imperialis dan kemudian menjadi penjajah yang menjajah bangsa Papua hingga saat ini, dengan melakukan praktek-praktek kolonialisme, rasisme dan militerisme di Papua yang adalah bangsa lain dan bangsa yang sudah mendeklarasikan kemerdekaannya secara de facto dan de jure.

Tujuan pemerintah Indonesia melakukan politik komromi dengan negara imperis ialah tidak lain dan tidak bukan, demi kepentingan politik dan keamanan agar Amerika serikat sebagai negara adikuasa yang juga sekutu dengan Belanda agar menjamin keamanan teritori Indonesia dari ancaman kolonial Belanda dan kemudian, membantu dalam upaya diplomatik dalam mengakui kemerdekaan Indonesia yang mana telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Dari ulasan singkat ini ada beberapa poin penting, yang diantaranya:
1. Indonesia gagal menjadi negara merdeka (bebas dari Imperialisme).
2. Proses PEPERA sengaja di buat cacat hukum dan tidak demokratis serta penuh tipu muslihat dan dibawah moncong senjata oleh pemerintah Indonesia demi kepentingan Imperialisme.
3. Kolonialisme, rasisme dan militerisme lahir dari Imperialisme yang kemudian berujung pada kemiskinan, pembodohan, pelanggaran HAM, operasi militer dan hingga proses marjinalisasi sebagaimana yang dialami rakyat Papua.
4. Demi kepentingan politik dan keamanan Indonesia, Papua dikorbankan hingga saat ini.

Post a Comment

 
Top