Bekerja adalah kebutuhan alamiah manusia yang abadi. Tanpa bekerja, loyalitas sebagai pribadi manusia tidak akan di akui oleh apapun termasuk alam. Kerja itu seksi, melahirkan mandat untuk bertanggung jawab atas fisik ke fisik. Terutama, bekerja untuk memanusiakan manusia adalah pokok dari semua ilmu tentang kebenaran.
Melihat realitas yang semakin tidak menjawab kebutuhan, itu
merupakan kebenaran yang harus di pahami semua indera, termasuk indera ke enam
(indigo). Kebenaran mutlak yang tersisih dari individual seperti makan, minum,
mandi, jalan, tidur, hiburan adalah sifat kerja untuk kebutuhan manusia tapi di
Papua, sebagian dari hak ini telah di asingkan.
Kesadaran manusia Papua untuk merefleksi diri makin menipis,
aktivitas menguntungkan oranglain lebih banyak daripada sama - sama
menguntungkan. Dalam posisi yang ini, manusia asing lebih leluasa mengembangkan
bakat dan talentanya untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia asing adalah penguasa
yang berkuasa atas rakyatnya sendiri dengan tangan besi (fasis, rasis,
otoriter).
Apa Gerangan pokok yang membalik realitas di Papua menjadi
semakin tidak beraturan ? Katakan saja : Kekayaan Alam ! Dari kekayaan alam
timbul sejarah penindasan yang panjang, genosida manusia atas manusia telah
menjadi pandemik berbahaya bagi orang Papua dan timbul tuntutan rakyat Papua
yang semu yaitu Otonomi Khusus.
Jangan sungkan, Tolak Otsus adalah bagian dari kerja bersama
yang besar, tidak terbatas suku, budaya, ras dan agama. Tolak Almarhum OTSUS
Jilid II itu butuh praktek, tindakan dan kesadaran secara universal
(menyeluruh) dari semua rakyat bangsa Papua dan jutaan rakyat yang ada di Papua
maupun Indonesia.
Tolak Otsus bukan merupakan keinginan yang berisi muatan politik
semata, melainkan instrumen untuk menggenapi pokok tuntutan sesungguhnya yang
terhambat yaitu kebebasan (kemerdekaan). Karena berbicara tentang kebebasan
adalah hak mutlak semua umat manusia didunia. Dan kebebasan rakyat Papua
menentukan nasibnya sendiri adalah hak pokok yang tidak bisa di tawar.
Kelas sosial mahasiswa, pelajar, karyawan perusahaan, pegawai
birokrasi, elit borjuasi, rumpun masyarakat adat, ikatan antar umat beragama,
basis suku, dan komunitas apapun yang lahir, hidup, injak kaki, makan minum dan
tinggal diatas tanah Papua berkewajiban menolak Otonomi Khusus Jilid II sebagai
biang keladi pemusnahan dan kunci keilegalan Enkaeri diatas tanah Papua.
Indonesia di sebut penjajah atas dasar perasaan logis orang
Papua. Kekerasan, kemiskinan, pelecehan, proses pembiaran relasi sosial yang
merugikan, dan keistimewaan antar individu yang di janjikan negara telah lama
hilang di telan waktu. Waktunya telah tiba untuk memulangkan segalah
kepemilikan bahan plastik, karton, tempelan dan imitasi yang berbaur dalam
kehidupan di Papua.
Tugas seorang revolusioner itu mengambil resiko menyelesaikan
tuntutan rakyat, bersama sedarah sedaging sebangsa berdiri, menjadikan kualitas
rakyat berada pada posisi tertinggi dalam perlawanan. Rakyat Papua yang melawan
adalah bagian dari sejarah, dengan mengubah tatanan (cara hidup) bangsa Papua
menjadi " milik kepunyaan " merupakan mandat sang leluhur yang harus
terpenuhi.
Membangun kekuatan dengan kepal tangan, persatuan yang solid,
menemukan hegemoni rakyat yang terarah untuk mengalahkan penguasa yang
menindas, yang menyusahkan rakyatnya sendiri. Papua, di bawa obsesi
nasionalisme, akan terus berjalan mencari ruang revolusi demi menempatkan
bangsanya agar sejalan dengan cita - cita pembebasan.
Ideologi bangsa Papua, yang adalah ideologi rakyat tertindas, yang lahir atas kesadaran pikiran dan tindakan melawan, akan mengakhiri segalah bentuk kekuasaan kependudukan ilegal kolonialisme Indonesia dan Kapitalisme global atas tanah Papua!
Post a Comment