Oleh: John Delver
Revolusi itu perubahan. Sebuah perubahan yang didasari dengan latar belakang cita - cita pembebasan yang penuh semangat patriotisme. Tanpa dasar perlawanan, revolusi mudah di ombang - ambingkan. Katakan saja sebuah perubahan tatanan (cara hidup) sosial bangsa yang sudah usang ke bentuk yang lebih baru dan baik.
Revolusi juga merupakan perangkat transformasi kesadaran manusia
untuk lebih mengenal sebab akibat perlakuan atas dirinya. Hal - hal yang
mendasari gerak revolusi adalah pemenuhan kualitas dan kuantitas manusia
(rakyat). Tanpa hal fundamental ini, mustahil revolusi diciptakan. Kualitas
manusia itu meliputi ; Pengetahuan (pikiran), Pelaksanaan (gerak), Prinsip
(jiwa), dan Perasaan (hati).
Latar belakang semua revolusi didunia telah mereduksi sisi
kecintaan terhadap tanah air dan generasi yang selalu diperlakukan buruk dan
tertinggal. Dalam reaksi " tahu dan mau ", revolusi pastinya akan
berjabat tangan dengan peradaban. Dan karena revolusi itu identik dengan
memberontak, maka pemberontakan yang lahir itu adalah hasil dari berpikir dan
bertindak rasional (kesadaran).
Subjek revolusi (Rakyat), predikat (Alat perlawanan) dan objek
(Penindas) selalu berbanding terbalik dengan penindas ; subjek (Penindas),
predikat (Alat penindas) dan objek (Rakyat). Rakyat dan penguasa adalah manusia
dalam 1 negara. Kedua sisi ini akan saling berbenturan satu sama lain, karena
masing - masing mempunyai kepentingan. Namun, selangitnya kualitas derajat
rakyat yang selalu di rendahkan.
Kepentingan rakyat selalu merajai kepentingan sosial (tanpa
batas). Dimana - mana, hukum revolusi adalah " kekuatan rakyat yang di
utamakan". Api revolusi itu di ciptakan dan di jaga jangan sampai tertiup
angin. Revolusi yang dikhianati akan di adili dalam pengadilan rakyat.
Begitulah posesif dan seluk - beluk revolusi dari tahun ke tahun, yang bergerak
sesuai pikiran dan tindakan sadar manusia.
Untuk Papua, itikad untuk merevolusi tatanan bangsa sudah pasti
ancaman bagi kolonialisme/kapitalisme. Penjajah akan bereaksi ketika
kepentingannya terganggu. Pelaku utama pelecehan tatanan bangsa Papua adalah
Amerika dan Indonesia. Maka, bibir penjajah akan mengaku ketika seluruh rakyat
tertindas Papua sadar akan pentingnya persatuan dengan dibarengi tindakan - tindakan
perlawanan yang nyata.
Karena, penjajah tidak akan pernah tinggal diam, kehidupan
rakyat Papua yang telah dirasuki dengan hegemoni, akan menjadi sebuah
keuntungan. Politik pecah belah terstruktur (modern devide), pembunuhan masif
(genosida), kekerasan panjang (long time hard), dan pembodohan massal (multi
rungu) adalah hasil keseriusan dari penjajahan indonesia dan ekspansi Amerika
di Papua.
Konflik, tragedi dan konfrontrasi dalam negri yang bertumpuk -
tumpuk sudah sepatutnya menemukan asupan landasan energi baru (tesis) untuk
membeda mata rantai penindasan. Mungkin tawaran yang dapat dipercaya adalah
Marxisme guna melihat dinamika perkembangan sistem penindasan untuk mereduksi
tesis perlawanan. Meskipun tidak selalu benar, jika dipandang kaku.
Teori Marxisme merupakan generalisasi dari pengalaman (praktik)
kelas proletariat (pekerja) untuk pembebasannya. Barang siapa yang menolak
teori, sama saja menolak pengalaman kelas proletariat. Menolak teori berarti
menolak praktik yang tertulis (dibukukan). Teori adalah panduan kita bertindak.
Teori yang keliru niscaya menciptakan bencana dalam praktik. Mengapa gerakan
tidak berhasil adalah pengabaian pada hal fundamental ini.
Marx di kenal sebagai subjek sekuler yang mendistribusikan isi
otaknya untuk dipahami orang lain. Apa yang di ucap Marx sudah tepat, yaitu ada
musuh umat manusia yang harus di lawan seumur hidup, sekalipun dunia akan
kiamat. Dasar dari semua paham mengenal material penindasan adalah Marxisme.
Sebab manusia tercipta dari materi dan akan terus berhadapan dengan materi
(proses dialektika).
Siapapun orangnya yang menolak pengalaman kelas pekerja/ kelas
sosial, maka secara tidak langsung menolak hukum alam dan melawan hukum
revolusi. Mengingat, sejatinya kehidupan manusia adalah hasil dari meniru,
mempelajari, beradaptasi dan menciptakan gerak materi alam secara berulang -
ulang, bukan hasil turunan aktiv. Maka, gerakan perlawanan yang di gerakan oleh
manusia, perlu melihat pengalaman - pengalaman dunia yang belum terlupakan.
Ketidakmampuan mereduksi analisis SWOT dalam gerakan perlawanan
juga menandakan ciri - ciri gerakan reaksioner yang selalu menimbulkan
kontradiksi. Membongkar kekakuan, pasif dan invalid untuk menemukan konseptual
yang kontekstual merupakan kemajuan kesadaran dalam membangun gerakan
perlawanan. Karena suatu kesan politis yang tak terduga akan lahir dari
pertikaian perspektif (pandangan).
Papua ini bagian dari dunia manusia, maka penindasan yang
terjadi adalah hasil 'tidak luput' dari kepentingan besar dunia manusia yang
memaksakan kehendak. Sumber utama penindasan di Papua adalah serambi ekonomi.
Maka, stimulasi keterpaksaan yang selalu berputar pada porosnya, yakni
kekuasaan ekonomi akan rutin mengambil keuntungan dalam situasi penindasan.
Sudah sepatutnya dinamika ekonomi kapitalisme ini menjadi borok
utama yang disingkirkan bagi kaum pelopor Papua. Menghimpun barisan perlawanan
tanpa stik asimilasi (standar ganda), acuh tak acuh dan pesimistis dalam fase
persaingan intelektual secara inferior (mendalam). Seperti berada dalam satu
perahu, adanya konsolidasi gagasan, ruang selektif yang sentral, yang
mengharuskan persatuan awal menuju revolusi demokratik.
Dan, perlawanan rakyat itu disetir oleh pelopor. Pelopor pun
adalah kumpulan rakyat tertindas yang aktiv, progresif dan kredibel dalam
membawa gerakan perlawanan. Bangkitnya kesadaran rakyat tertindas yang terarah
di tempuh lewat obsesi nasionalisme. Hanya dengan jargon nation radikal '
Bintang Kejora ', belum cukup kuat membawa bangsa Papua menuju kemerdekaan.
Sebab, kita tidak hanya ingin bebas, tapi mengerti dan memahami
jalan menuju kebebasan. Jadi, untuk menggenapi landasan terbentuknya Bintang
Kejora harus ideologis (dilengkapi dengan cita - cita pembebasan yang luhur).
Sebab nantinya, Bintang Kejora itu bukan lagi sebuah kain bergambar yang semu,
melainkan puncak satu kesatuan yang bermakna, baik dari teori, sejarah,
kebiasaan dan praxis (tindakan nyata).
Post a Comment