Polisi membubarkan massa aksi mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura Selasa (27/10/2020) |
Kesadaran Orang Asli Papua untuk
melindungi dan menyelelamatkan masa depan Manusia dan Alam Leluhur Tanah Papua
selalu lahir disetiap hati dan pemikiran setiap Orang Asli Papua. Hal ini
sangat mendasari aktivis pemuda dan Mahasiswa Papua sebagai intelektual kampus
yang sadar pada tindakan-tindakan kongkrit seperti diskusi dan aksi-aksi protes
terhadap adanya ketidakadilan hokum dan HAM yang tidak pernah ada secara
demokratis untuk Orang Asli Papua. Kita bisa lihat pada aksi-aksi damai yang
dilakukan oleh seluruh mahasiswa Papua dimana saja akan selalu mengalami
pembungkaman ruang demokrasi oleh kekerasan militeristik yang kejam.
Padahal pada prinsipnya aksi demonstrasi
telah dijamim oleh perlindungan Konstitusi Negara, dimana dalam UU Nomor 9
Tahun 1998. Dalam ketentuan tersebut diatur mekanisme penyampaian pendapat
serta bagaimana sikap dan tindakan aparat kemanan dalam mengawal
terimplementasi kemerdekaan menyampaikan pendapat. Sekalipun demikian
ketentuannya, namun pada prakteknya TNI- POLRI selaku aparat kemanan Negara di
papua cenderung memgabaikan fungsi UU tersebut sebagaimana kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum oleh setiap orang/warga Negara di Indonesia, termasuk
Orang Asli Papua, khususnya Aksi Demo Damai yang dilakukan oleh Mahasiswa Uncen
hari ini.
Kami Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa
Nduga Se – Indonesia korban RASISME 2019 menilai atas korban pembungkaman ruang
demokrasi oleh TNI-POLRI terhadap aksi damai yang dilakukan oleh teman-teman
kami Mahasiswa Uncen di hari ini adalah kejahatan demokrasi yang dilakukan oleh
apparatus Negara yang dalam hal ini TNI-POLRI sangatlah ANARKIS, tidak
manusiawi dan tidak demokratis.
Mengapa kami mengatakan ANARKIS, tidak
manusiawi dan tidak demokratis ?
Pada realita kejadian dari kronologis
yang kami peroleh, Faktanya bahwa Aksi damai menolak UU Otsus Papua yang
dilakukan oleh Mahasiswa Papua pada tanggal 27 Oktober 2020 telah dihadang oleh
gabungan aparat keamanan dari TNI-POLRI yang keberpihakanya diluar dari
pendekatan Konstitusi demokrasi, hokum dan HAM yang berlaku di Negara Indonesia
ini. Karena praktek dari kehadiran aparat gabungan TNI-POLRI justru mengunakan
pedekatan kekerasan yang mengakibatkan adanya pembubaran paksa terhadap masa
aksi.
Dari pembubaran paksa yang tidak
demokrasi ini, telah mengakibatkan satu (1) orang masa aksi kena luka tembak
oleh peluru aparat, sekian jumblah besar masa aksi di cerai-beraikan dengan
penyemprotan water cannon (Meriam air) dan tertembak oleh gas air mata secara
brutal yang mengakibatkan perih di mata, dan juga terjadi penangkapan paksa
terhadap 13 orang masa aksi dari demo damai tersebut.
Penangkapan paksa yang dilakukan aparat
kemanan terhadap 13 orang masa aksi damai yang ditangkap pada titik aksi di
Gapura Uncen bawah, yakni: (1). APNIEL DOO; (2). JHON F TEBAI; (3). DONI PEKEI;
(4). YABET LIKAS DEGEI; (5). MERIKO KABAK; (6). ORGIS KABAK; (7). CARLES SIEP;
(8). ONES SAMA; (9). YANIAS MIRIN; (10). ARKILAUS LOKON; (11). KRISTIANBUS
DEGEI; (12). LABAN HELUKAN; dan (13). AUSILIUS MAGAI. Sementara satu korban
kena tembak yang dimaksud, atas nama
“MATIAS SUU (Mahasiswa Uncen Semester 7)”.
Bukti dari kronologis ini, telah
menggambarkan bahwa fakta kejadian aksi demo damai penolakan UU OTUSUS yang
dilakukan oleh teman-teman kami Mahasiswa Uncen pada hari ini, telah menjadi
sorotan langsung oleh seluruh masyarakat Papua dan Masyarakat Indonesia yang ikut
memantau kejadian tersebut lewat akses dari berbagai sarana komunikasi yang
ada. Dan bagi, kami Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se – Indonesia
telah mengikuti, mengkritisi dan menilai juga, bahwa:
1). Perlakuan Pendektan TNI-POLRI sudah
berlaku ANARKISME terhadap teman-teman kami mahasiswa Uncen yang telah meakukan
aksi demo damai untuk penolakan UU OTSUS di Kampus Uncen Jayapura pada 27
Oktober 2020 hari ini;
2). Perlakuan Pendekatan Anarkisme
TNI-POLRI sudah melanggar hak demokrasi teman-teman kami mahasiswa Uncen yang
melakukan aksi damai penolakan UU Otsus, sebagaimana yang dijamim dalam UU
Nomor 9 Tahum 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum; dan
3). Perlakuan Pendekatan Anarkisme
TNI-POLRI pada aksi demo damai ini telah mengakibatkan adanya korban penembakan
oleh peluruh aparat, maka jelas-jelas membuktikan bahwa oknum pelaku penembak
telah menyalahgunakan senjata api sebagaimana dilarang dalam UU Darurat Nomor
12 Tahun 1951.
Dari ketiga (3) poin yang kami maksud
diatas, telah mengambarkan perlakuan pendekatan TNI-POLRI di Papua selama ini
adalah buruk, RASIS, ANARKISME, INKONSTITUSI, sampai adanya kasus pelanggaran
HAM Berat pun tetap dibiarkan saja. Bagi kami, ini adalah DISKRIMINASI RASIAL
DAN DISKRIMINASI HUKUM yang selalu dialami oleh Orang Asli Papua semenjak
Aneksasi 1 Mei 1963 – saat ini.
Kesimpulannya, HUKUM Indonesia itu RASIS
terhadap kami Orang Asli Papua. Hal ini sehingga perlakuan pendekatan Aparat
TNI-POLRI yang sudah berlaku ANARKISME pada aksi demo damai yang dilakukan oleh
teman-teman kami Mahasiswa Uncen pada 27 Oktober 2020 ini, tidak akan ada
jaminan keadilan yang berlaku adil sesuai perkara kejahatan demokrasi, hokum
dan HAM yang dilakukan oleh Aparat TNI-POLRI yang bertugas pada aksi demo damai
yang dilakukan.
Ini artinya bawah Sistem Negara
Indonesia sedang melakukan penindasan neo-kolonialisme dan kekejaman
militerisme di Tanah Papua. Untuk itu, seluruh rakyat asli papua dan seluruh
elemen perjuangan politik bangsa Papua harus bangkit, bersatu dan melakukan
perlawanan terhadap penindasan tersebut sesuai Ideologi Pembebasan Bangsa Papua
Barat (Sesuai dasar kedaulatan politik Bangsa Papua Barapt 1961/1971).
Jayapura, 27 Oktober 2020
Yerri T.
(Ketua Posko Exodus Pelajar dan
Mahasiswa Nduga Se - Indonesia)
Post a Comment