0

Polisi membubarkan massa aksi mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura Selasa (27/10/2020)


JAYAPURA - Hari demi hari, kehidupan Orang Asli Papua selalu terancam akan hak-hak demokrasinya di Negara Indonesia ini. Setiap saat Orang Asli Papua mengalami kekerasan fisik maupun psikis oleh pendekatan militerisik yang sangat kejam, rasis dan tidak manusiawi. Semua ini adalah murni dari kehadiran penindasan kolonialisme atas nama jargon NKRI HARGA MATI di Tanah Papua oleh pertahanan aparat TNI-POLRI, yang tidak lepas dari kepentingan untuk melindungi produk hukum birokrasi pemerintah yang menindas politik rakyat dan alat-alat vital investor dari Negara-negara kapitalis di Tanah Papua.

 Setiap ketidak adilan yang terjadi terhadap Orang Asli Papua, tentunya akan melahirkan perlawanan rakyat, perlawanan pemuda dan intelektual Orang Papua untuk mengkritisi ketidakadilan tersebut sebagaimana kepenuhan hak-hak politik setiap orang yang menuntut keadilan, guna melindungi hak-hak demokrasi, hukum dan HAM yang semestinya dicita-citakan oleh semua masyarakat dunia, termasuk Orang Asli Papua di Tanahnya sendiri.

Kesadaran Orang Asli Papua untuk melindungi dan menyelelamatkan masa depan Manusia dan Alam Leluhur Tanah Papua selalu lahir disetiap hati dan pemikiran setiap Orang Asli Papua. Hal ini sangat mendasari aktivis pemuda dan Mahasiswa Papua sebagai intelektual kampus yang sadar pada tindakan-tindakan kongkrit seperti diskusi dan aksi-aksi protes terhadap adanya ketidakadilan hokum dan HAM yang tidak pernah ada secara demokratis untuk Orang Asli Papua. Kita bisa lihat pada aksi-aksi damai yang dilakukan oleh seluruh mahasiswa Papua dimana saja akan selalu mengalami pembungkaman ruang demokrasi oleh kekerasan militeristik yang kejam.

 Di hari ini, Selasa (27 Oktober 2020) kita bisa melihat bahwa ada pembungkaman ruang demokrasi yang dilakukan oleh pendekatan aparat TNI-POLRI atas Aksi Demo Damai Penolakan UU OTSUS Jilid II yang dilakukan oleh Mahaiswa Universitas Negeri Cenderawasi (UNCEN) Jayapura. Kenyataan ini dimana, kehadiran “TNI-POLRI MENGGUNAKAN PENDEKATAN MILITERISTIK DALAM MENGHADAPI MASA AKSI DAMAI TOLAK UU OTSUS tersebut. Secara langsung, hal ini sudah menciderahi praktik-praktik dari prinsip demokrasi yang berlaku di jaman revormasi ini.

Padahal pada prinsipnya aksi demonstrasi telah dijamim oleh perlindungan Konstitusi Negara, dimana dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Dalam ketentuan tersebut diatur mekanisme penyampaian pendapat serta bagaimana sikap dan tindakan aparat kemanan dalam mengawal terimplementasi kemerdekaan menyampaikan pendapat. Sekalipun demikian ketentuannya, namun pada prakteknya TNI- POLRI selaku aparat kemanan Negara di papua cenderung memgabaikan fungsi UU tersebut sebagaimana kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum oleh setiap orang/warga Negara di Indonesia, termasuk Orang Asli Papua, khususnya Aksi Demo Damai yang dilakukan oleh Mahasiswa Uncen hari ini.

Kami Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se – Indonesia korban RASISME 2019 menilai atas korban pembungkaman ruang demokrasi oleh TNI-POLRI terhadap aksi damai yang dilakukan oleh teman-teman kami Mahasiswa Uncen di hari ini adalah kejahatan demokrasi yang dilakukan oleh apparatus Negara yang dalam hal ini TNI-POLRI sangatlah ANARKIS, tidak manusiawi dan tidak demokratis.

Mengapa kami mengatakan ANARKIS, tidak manusiawi dan tidak demokratis ?

Pada realita kejadian dari kronologis yang kami peroleh, Faktanya bahwa Aksi damai menolak UU Otsus Papua yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua pada tanggal 27 Oktober 2020 telah dihadang oleh gabungan aparat keamanan dari TNI-POLRI yang keberpihakanya diluar dari pendekatan Konstitusi demokrasi, hokum dan HAM yang berlaku di Negara Indonesia ini. Karena praktek dari kehadiran aparat gabungan TNI-POLRI justru mengunakan pedekatan kekerasan yang mengakibatkan adanya pembubaran paksa terhadap masa aksi.

Dari pembubaran paksa yang tidak demokrasi ini, telah mengakibatkan satu (1) orang masa aksi kena luka tembak oleh peluru aparat, sekian jumblah besar masa aksi di cerai-beraikan dengan penyemprotan water cannon (Meriam air) dan tertembak oleh gas air mata secara brutal yang mengakibatkan perih di mata, dan juga terjadi penangkapan paksa terhadap 13 orang masa aksi dari demo damai tersebut.

Penangkapan paksa yang dilakukan aparat kemanan terhadap 13 orang masa aksi damai yang ditangkap pada titik aksi di Gapura Uncen bawah, yakni: (1). APNIEL DOO; (2). JHON F TEBAI; (3). DONI PEKEI; (4). YABET LIKAS DEGEI; (5). MERIKO KABAK; (6). ORGIS KABAK; (7). CARLES SIEP; (8). ONES SAMA; (9). YANIAS MIRIN; (10). ARKILAUS LOKON; (11). KRISTIANBUS DEGEI; (12). LABAN HELUKAN; dan (13). AUSILIUS MAGAI. Sementara satu korban kena tembak yang dimaksud, atas nama

“MATIAS SUU (Mahasiswa Uncen Semester 7)”.


Bukti dari kronologis ini, telah menggambarkan bahwa fakta kejadian aksi demo damai penolakan UU OTUSUS yang dilakukan oleh teman-teman kami Mahasiswa Uncen pada hari ini, telah menjadi sorotan langsung oleh seluruh masyarakat Papua dan Masyarakat Indonesia yang ikut memantau kejadian tersebut lewat akses dari berbagai sarana komunikasi yang ada. Dan bagi, kami Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se – Indonesia telah mengikuti, mengkritisi dan menilai juga, bahwa:

1). Perlakuan Pendektan TNI-POLRI sudah berlaku ANARKISME terhadap teman-teman kami mahasiswa Uncen yang telah meakukan aksi demo damai untuk penolakan UU OTSUS di Kampus Uncen Jayapura pada 27 Oktober 2020 hari ini;

2). Perlakuan Pendekatan Anarkisme TNI-POLRI sudah melanggar hak demokrasi teman-teman kami mahasiswa Uncen yang melakukan aksi damai penolakan UU Otsus, sebagaimana yang dijamim dalam UU Nomor 9 Tahum 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum; dan

3). Perlakuan Pendekatan Anarkisme TNI-POLRI pada aksi demo damai ini telah mengakibatkan adanya korban penembakan oleh peluruh aparat, maka jelas-jelas membuktikan bahwa oknum pelaku penembak telah menyalahgunakan senjata api sebagaimana dilarang dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Dari ketiga (3) poin yang kami maksud diatas, telah mengambarkan perlakuan pendekatan TNI-POLRI di Papua selama ini adalah buruk, RASIS, ANARKISME, INKONSTITUSI, sampai adanya kasus pelanggaran HAM Berat pun tetap dibiarkan saja. Bagi kami, ini adalah DISKRIMINASI RASIAL DAN DISKRIMINASI HUKUM yang selalu dialami oleh Orang Asli Papua semenjak Aneksasi 1 Mei 1963 – saat ini.

Kesimpulannya, HUKUM Indonesia itu RASIS terhadap kami Orang Asli Papua. Hal ini sehingga perlakuan pendekatan Aparat TNI-POLRI yang sudah berlaku ANARKISME pada aksi demo damai yang dilakukan oleh teman-teman kami Mahasiswa Uncen pada 27 Oktober 2020 ini, tidak akan ada jaminan keadilan yang berlaku adil sesuai perkara kejahatan demokrasi, hokum dan HAM yang dilakukan oleh Aparat TNI-POLRI yang bertugas pada aksi demo damai yang dilakukan.

Ini artinya bawah Sistem Negara Indonesia sedang melakukan penindasan neo-kolonialisme dan kekejaman militerisme di Tanah Papua. Untuk itu, seluruh rakyat asli papua dan seluruh elemen perjuangan politik bangsa Papua harus bangkit, bersatu dan melakukan perlawanan terhadap penindasan tersebut sesuai Ideologi Pembebasan Bangsa Papua Barat (Sesuai dasar kedaulatan politik Bangsa Papua Barapt 1961/1971).

Jayapura, 27 Oktober 2020

Yerri T.

(Ketua Posko Exodus Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se - Indonesia)

Post a Comment

 
Top