Oleh: Benyamin Lagowan
Massa rakyat Indonesia saat mendengar pidato Soekarno untuk mencaplok Papua di Alun-Alun Utara, Yogyakarta pada 19 Desember 1961
Di Hollandia umur kemerdekaan bangsa Papua yang diproklamasikan para nasionalis Papua di bawah arahan rezim pemerintahan Belanda pada 1 Desember 1961 tak berlangsung lama. Bintang fajar dan lagu Hai Tanahku Papua berkibar dan berkumandang hanya 'seumur jagung'. Karna cuma bisa bertahan 18 hari lamanya. Pada hari ini, 19 Desember 1961 atau 59 tahun lalu dari alun-alun utama Kota Yogyakarta, Ir. Soekarno mengeluarkan TRIKORA atau yang dikenal sebagai "Tiga Komando Rakyat" yang berisi tiga poin komando berikut: pertama, bubarkan negara boneka buatan Belanda. Kedua, Kibarkan Sang Saka Merah Putih di Irian Barat. Ketiga, siapkan mobilisasi umum rakyat Indonesia.
Seruan itu menjadi sinyal betapa kuatnya karakter anti imperialisme Soekarno. Tapi juga menandai imperialisme dan sekaligus kolonialisme Indonesia sendiri atas West Papua. Sebagaimana wanti Drs. Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI. Soekarno yang sedang berada di bawah mabuk spirit anti kapitalisme-imperialisme menggelorakan perlawanan total terhadap Belanda dan sisa² sifatnya dari bumi Asia. Inilah yang sekiranya jadi alasan kuat bagi Soekarno hingga tak pernah berpikir potensinya menjadi kolonialis baru atas bangsa Papua Barat.
Soekarno menurunkan ribuan pasukan militernya melalui beberapa tahap, yakni infiltrasi, eksploitasi dan konsolidasi. Invasi militer itu dengan berbagai dinamikanya dalam sekejap berhasil menguasai dan mengambil alih teritori West Papua: jauh sebelum 1963 dan 1969 yang diperingati sebagai hari kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi RI dan jajak pendapat yang diklaim menyatakan integrasi Papua ke NKRI final. Belanda didepak atas tekanan dan kepentingan Amerika.
Sejak itu berbagai operasi militer telah dilakukan untuk memantapkan integrasi politik Indonesia atas West Papua. Sampai dengan yang terbaru hari ini Operasi Militer masih berlangsung di Nduga, Intan Jaya dan Puncak Jaya. Semua itu menandaskan bahwa modalitas utama pondasi dasar Indonesia atas bumi West Papua adalah kokohnya kendali militer. Militerisme menjadi modal, suksesnya administrasi Indonesia yang kini bercongkol di atas bumi West Papua.
Oleh karna itu, untuk kebutuhan membangun Papua baru baik dalam kerangka NKRI maupun di luar NKRI. Militerisme dan pendekatannya adalah mutlak akan terus dipakai. Tanpa itu otoritas Indonesia atas tanah Papua akan jadi mengambang. Dengan demikian tuntutan dan permintaan demiliterisasi di West Papua itu adalah kekeliruan dan jika bisa kemungkinannya kecil terlaksana.
Berdasarkan basis historis itulah militerisme selalu dijadikan senjata andalan sebagai pendekatan utama Jakarta atas Papua. Model pendekatan ini akan terus dipakai sepanjang menjanjikan bagi tegak dan kokohnya eksistensi NKRI atas West Papua. Sementara itu Pendekatan kesejahteraan hanya akan dipakai secara ambigu demi pembangunan yang bias pendatang demi suksesi setller Colonialism yang sedang di dorong di bawah tanah secara sistematis dan terstruktur.
Dengan demikian, jelaslah jalan utama mewujudkan cita² Papua baru itu apa dan bagaimana. Selamat memperingati hari pertemuan yang tak terduga dan tak terencana dari Tuhan Allah bangsa Papua. Hari turbulensi antar dua bangsa yang berbeda ras, etnis, budaya dan peradaban serta geografis ini.
Jayapura, 19 Desember 2020
The Street Doctor
Post a Comment